Waktu adalah ladang amal. Allah swt. menyediakannya agar kita
menggunakannya sebagai modal penting menggapai ridha-Nya. Keutamaan
seseorang di sisi Allah, selain ditentukan oleh keimanan dan amal
shalihnya adalah faktor keterdahuluannya dalam keimanan dan amal
shalihnya. Tidaklah sama antara orang-orang yang terdahulu masuk Islam
-As-Sabiqunal Awwalun- dan orang-orang yang belakangan. Tidak sama
antara jamaah yang berada di shaf awal dalam shalat dengan yang berada
di barisan paling belakang. Berbeda derajat orang yang hadir di shalat
Jumat paling awal dengan yang paling akhir.
Saudaraku…
Menyegerakan amal, itulah ajaran Islam kepada ummatnya. Dalam sebuah
kesempatan Rasulullah saw. menasihati para sahabatnya untuk selalu
menyegerakan amal saleh, kendati mereka itu manusia-manusia yang teruji
keimanannya. Kata Nabi kala itu,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ
يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
“Bersegeralah melakukan amal-amal saleh (kebajikan). (Sebab) sebuah
fitnah akan datang bagai sepotong malam yang gelap. Seseorang yang
paginya mukmin, sorenya menjadi kafir. Dan seseorang yang sorenya bisa
jadi kafir, paginya menjadi mukmin. Ia menjual agamanya dengan harga
dunia.” (H.R. Muslim)
Demikian pesan Nabi saw. mulia itu juga disampaikan untuk kita. Adakah
di antara kita yang selama sehari semalam penuh menjadi seorang mukmin
sejati? Bisakah dan mampukah kita selama 24 jam tidak melakukan dosa dan
sikap kufur, sekecil apapun kepada Allah Taala? Padahal ketika Allah
swt. memberikan waktu 24 jam sehari, transaksinya adalah untuk
dipersembahkan kepada Allah swt. semuanya. Pada setiap shalat kita
selalu mengumandangkannya kepada Allah.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162)
Bukankah ketika kita tidak berempati atas nasib kaum lemah dan tertindas
adalah bentuk kekufuran terhadap nikmat? Bukankah di saat kita tidur dan
bangun tidur tanpa mengingat Allah, tanda kita lupa kepada-Nya? Bukankah
lupa adalah bagian dari kekufuran kita kepada Sang Khaliq?
Saudaraku…
Sesungguhnya fitnah itu lebih cepat bergerak. Sekali kita membiarkannya
maka selanjutnya ia akan bersemayam dan berkembang dalam tubuh kita.
Begitu cepat dan samarnya sampai menjadikan orang pindah agama,
menggadaikannya dengan sedikit kesenangan dunia
Wajar jika sampai-sampai Rasulullah saw. mengingatkan para sahabatnya
itu, walau Nabi tahu keimanan para sahabat itu tak akan tertandingi oleh
orang-orang sesudahnya.
Dengan apa kita menutup pintu fitnah? Ya, dengan amal shaleh. Apa saja
dalam hidup orang beriman bisa menjadi amal kebaikan. Kita membuang
sampah pada tempatnya itu amal baik. Berniat tidak bohong itu amal
mulia. Mengucapkan salam kepada kawan itu amal yang terpuji. Mendo’akan
saudara seiman kendati mereka tak tahu juga amal shaleh. Dan masih
banyak lagi amal shaleh, amakl kebajikan yang bisa kita lakukan,
sekalipun kita tak memiliki sesuatu.
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ
أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ
تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ
مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ
لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا
وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
“Orang-orang kaya pergi mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana
kita shalat, mereka puasa sebagaimana kita puasa. Namun mereka
bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Rasulullah bersabda,
“Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa bisa kalian sedekahkan?
Sesungguhnya satu tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah,
setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf
adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada hubungan (dengan
istri) kalian adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah
seseorang mendatangi istrinya karena syahwatnya, apakah ia mendapatkan
pahala?” Beliau bersabda, “Apa menurut kalian kalau dia meletakkannya
pada yang haram. Bukankah baginya dosa? Demikian pula jika diletakkan
pada yang halal, padanya ada pahala.” (Bukhari Muslim)
Allah swt. dengan keadilan-Nya memberikan peluang amal kepada
masing-masing hamba-Nya. Baik orang miskin maupun kaya, masing-masing
memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan kebajikan dan mendapatkan
ridha Allah. Lebih dari itu, suatu amal tidak dilihat dari kuantitasnya,
tapi dilihat dari motivasi dan niatnya. Kualitas amal seseorang
tergantung kepada motivasi dan niatnya.
Saudaraku…
Boleh jadi infak seorang buruh sebesar 1000 rupiah, itu sama nilainya
dengan infak seorang direktur sejumlah Rp. 1.000.000.000,00. Seorang
murid barangkali lebih mulia dengan seorang gurunya, karena si murid
lebih sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Sementara sang guru merasa
cukup dengan ilmunya.
Menyegerakan amal kebajikan tentu akan memberi nilai tambah bagi
pelakunya sendiri. Menyegerakan berbuat baik berarti mempercepat dirinya
mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah. Kenapa? Sebab, kita telah
berupaya menutup pintu-pintu kemungkaran dan kebatilan. Dengan demikian
pula, Allah akan membukakan kebahagiaan, yakni, surga. Itu semua hanya
bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertaqwa.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.” (Ali Imran:133)
Mengapa kita mesti menyegerakan amal?
1. Karena asset waktu yang kita miliki hanyalah saat ini. Apa yang
terjadi nanti dan esok hari kita tidak tahu. Kemarin bukan lagi milik
kita, ia telah berlalu dan tidak akan kembali lagi. Kebaikan dan
keburukan yang kita kerjakan kemarin tidak bisa kita ulang lagi. Ia
menjadi kenangan saat ini. Jika kebaikan, bersyukurlah kita, dan jika
keburukan menyesallah bersama orang-orang yang menyesal. Masih beruntung
jika kita bersyukur hari ini, bukan saat di mana penyesalan tidak ada
artinya lagi. Esok hari juga belum menjadi milik kita, ia ada di alam
gaib yang hanya Allah swt. yang tahu. Kita tidak tahu apakah esok hari
masih bisa menghirup udara pagi?
2. Karena amal kita tidak mungkin dikerjakan orang lain. Masing-masing
orang akan datang kepada Allah dengan amal perbuatan yang dikerjakannya
sendiri di dunia. Keshalihan orang tua tidak bisa diandalkan anaknya.
Seorang suami tidak akan selamat dari murka Allah karena amal perbuatan
istrinya. Kita boleh bangga terhadap pemimpin, orang tua, anak, guru,
dan suami atau istri kita karena keshalihan mereka. Kebanggaan kita
tidak bisa berbicara banyak di hadapan pengadilan Allah swt.
3. Karena kemuliaan derajat seseorang di sisi Allah swt. disebabkan oleh
kesungguhannya dalam merespon seruan kebajikan dan mengamalkannya. Orang
tua akan senang jika menyuruh anaknya mengerjakan sesuatu lalu
dikerjakan segera. Sebaliknya ia akan marah jika si anak menunda-nunda
mengerjakannya. Demikian pula Allah Ta’ala. Seruan kebajikan
dikumandangkan untuk segera diamalkan.
4. Karena setiap waktu ada momentnya sendiri. Setiap waktu ada tuntutan
amalnya. Banyak sekali amal perbuatan yang sangat terkait dengan waktu.
Yang ketika waktunya berakhir, berakhir pula kesempatan untuk
mengerjakannya. Seperti shalat, puasa, haji, berkurban, dan lain sebagainya.
5. Kesempatan beramal juga diberikan kepada seseorang pada waktu-waktu
tertentu. Orang kaya diberi kesempatan beramal dengan kekayaannya. Orang
berilmu diberi kesempatan beramal dengan ilmunya. Seorang pimpinan
diberi kesempatan beramal dengan kekuasannya. Jangan sampai Allah swt.
mencabut kesempatan itu dan tidak bisa lagi berbuat. Kesehatan, waktu
luang, hidup, masa muda, dan kekayaan adalah kesempatan untuk beramal.
sumbr:lentera hati fb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar