Islamic Widget

Kamis, 30 September 2010

Kesabaran seorang suami

Disebutkan ada seorang yang shalih memiliki saudara fillah (seagama) dari kalangan orang shalih pula.

Saudaranya ini menziarahinya setahun sekali.

Suatu ketika saudaranya ini mengetuk pintu rumahnya.

Berkatalah istri orang shalih tersebut : “Siapa”?

“Saudara suamimu fillah datang untuk menziarahinya,” jawab si pengetuk pintu.

“Dia pergi mencari kayu bakar, semoga Allah tidak mengembalikannya (ke rumah ini), semoga dia tidak selamat,” kata istri orang shalih tersebut dan wanita ini terus mencaci-maki suaminya.

Ketika saudara fillah ini tengah berdiri di depan pintu, tiba-tiba orang shalih itu datang dari arah gunung dalam keadaan menuntun singa yang memikul kayu bakar di punggungnya. Orang shalih ini pun mengucapkan salam dan menyatakan selamat datang (marhaban) kepada saudaranya fillah. Setelahnya ia masuk ke dalam rumah dan memasukkan pula kayu bakarnya. Lalu Ia berkata kepada singa tersebut : “Pergilah barokallohu fiik (semoga Alloh memberkahimu).”

Lalu saudaranya dipersilakan masuk ke rumahnya sementara istrinya masih terus mencaci-maki dirinya. Namun tak satu kata pun terucap darinya untuk membalas cercaan istrinya.

Pada tahun berikutnya, sebagaimana kebiasaannya saudara fillah ini kembali menziarahi orang shalih tersebut.

Ia mengetuk pintu dan terdengar suara istri orang shalih tersebut : “Siapa di balik pintu?”

“Fulan, saudara suamimu fillah,” jawabnya.

“Marhaban, ahlan wa sahlan, tunggulah. Silakan duduk di tempat yang telah disediakan, suamiku akan datang insya Allah dengan kebaikan dan keselamatan,” kata istri orang shalih tersebut.

Saudara fillah ini pun kagum dengan kesantunan ucapan dan adab istri orang shalih tersebut.

Tiba-tiba orang shalih tersebut datang dengan memikul kayu bakar di atas punggungnya, saudara fillah ini pun heran dengan apa yang dilihatnya. Orang shalih itu mendatanginya seraya mengucapkan salam dan masuk ke rumahnya beserta tamu tahunannya.

Istrinya lalu menghidangkan makanan bagi keduanya dan dengan ucapan yang baik ia mempersilakan keduanya menyantap hidangan yang tersedia.

Ketika saudara fillah ini hendak permisi pulang ia berkata,

“Wahai saudaraku, beritahulah kepadaku tentang apa yang akan kutanyakan kepadamu.”

“Apa itu wahai saudaraku?” tanya orang shalih tersebut.

Saudara fillah ini berkata, “Pada tahun yang awal ketika aku mendatangimu, aku mendengar ucapan seorang wanita yang jelek lisannya, mengucapkan kata-kata yang baik dan kurang adab. Wanita itu banyak melaknat. Dalam kesempatan itu aku juga melihatmu datang dari arah gunung sementara kayu bakarmu berada di atas punggung seekor singa yang tunduk di hadapanmu. Pada tahun ini aku mendengar ucapan yang bagus dari istrimu, tanpa ada celaan dari lisannya, namun aku melihatmu memikul sendiri kayu bakar di atas punggungmu. Apakah sebabnya?”

Orang shalih ini berkata, “Wahai saudaraku, istriku yang jelek akhlaqnya itu telah meninggal. Aku dulu bersabar menerima akhlaqnya dan apa yang muncul darinya. Aku hidup bersamanya dalam kepayahan namun aku sabari. Karena kesabaranku menghadapi istriku, Allah menundukkan untukku seekor singa yang engkau lihat ia memikulkan kayu bakarku. Ketika istriku itu meninggal, aku pun menikahi yang shalihah ini dan hidupku bahagia bersamanya. Maka singa itu tidak pernah datang lagi membantuku hingga aku harus memikul sendiri kayu bakar di atas punggungku, karena aku sudah hidup bahagia bersama istriku yang diberkahi lagi taat.”

(Al Kabair, hal. 195-196)

Ummi Sayang Abi....

bukan sekedar kata yg di ucapakan
dia begitu perhatian
kapan ada waktu dia sempatkan kasih kabar
walau sekedar Smz ringan "ummi sayang lg apa"
atau menanyakan buahati kami"de" mana abi rindu"
tapi ke bahagian itu tak terganti bagi Q
walu di ganti dengan gunungan harta
tapi kebahagian jadi istri nd mendampinginya begitu besar
kalau waktu shalat tiba dia selalu mengingatkan "istri Q sayang ayo shalat dulu"
atau memotivasi Q jangan lupa tilawah
mungkin bagi orang lain itu biasa namun bagi Q perhatian itu luar biasa
walau sedikit pendiam tapi dia begitu ramai bila berbincang dengan Q
mengajak bermain si kecil
atau bersenandung dikit nd melafalkan surat cinta Rabb Nya
bahunya begitu kokoh menopang ,menggendong
kata-katanya tegas tapi lembut jika memngingatkan



Ummi sayang Abi....




^_^ wienbeelvy

....h0pe...





Mulai kurangkai kata-kata dengan penuh pengharapan
walau ga tau kapan kan terjadi tapi Q yakin pasti terjadi
suatu saat di hari yang pasti
maaf kan atas segala ke alfaan ni
membuat mu meraskan ke gelisahan
merasakan kerinduan yang tak berpeng hujung
berdosa rasanya menjatuhkan mu dalam lautan bayangan semu
namun Q yakin kau dapat menahan segala ego dan ke inginan yang tak bertepi
hingga waktu yang telah di tetapkan
atas ijin nd ridho Nya


begitu juga dengan diri Q semoga bisa menjaga diri
tidak terjerumus fantasi duniawi
menggapai cinta Illahi dengan berdiri di jalan yang benar
yakinlah Q kan selalu bangkit walau sempat terpuruk
percayalah Q kan selalu tersenyum walau merasa sakit
takan Q sia-siakan waktu yang ada untuk belajar
hingga Q bisa bertemu dengan mu
Malam-malam indah Q selipkan sepenggal do'a untuk mu
kepada Rabb Q semoga kau di kasih yang terbaik
di bawah naungannya

Kamis, 23 September 2010

tangisan :,(

dia menangis...
gadis itu menangis
sejuta tanya di benak kenapa?
kenapa dia mengeluarkan bulir indah di matanya
apakah??apakah>>>sejuta tanya menggerogoti
taukah apa yang dia rasakan
taukah apa yang dia fikirkan

dia menjerit di kesunyian malam
dia malu dengan sisa hidupnya yang tersia
dia takut bila suatu saat ajal menjemput
dia dalam ke adaan nda baik
dia takut ketika dia jatuh cinta
dia lupakan tuhannya
dia malu apa bila lebih sering baca smz pujaan hati
yang belum tentu halal baginya
lebih sering di banding
surat cinta dari Tuhannya

ufz ternyata slah perkiraan selama ini
ternyata dia ketakutan tidak di cinta tuhanya
bukan ketakutan di tinggal kekasihnya
bukan drop karena patah hati
tapi melelhkan air mata karena takut mati
dalam ke adaan tidak baik

mencoba berfikir positif apa yang di lakukan
seseorang atau perbuat orang lain
jangan mengambil kesimpulan
karena terkadang akal tidak bisa menjangkau
dan terkadang salah....

Senin, 06 September 2010

PENYAIR DAN LEMBAH ITU...

Pasangan yang sedang berasyik masyuk itu sejak awal menyita hampir perhatian semua penumpang. Mengelilingi selat Bosphorus yang membelas sayap Asia dan Eropa, Kota Instambul menjelang senja, memang sebuah sensasi romansa. Mereka terus berpelukan, Dan berciuman. Yang ada hanya kata indah. Senyum. Dan ribuan


kebahagiaan. Dunia jadi milik mereka berdua. Dan semua penumpang, termasuk rombongan adalah penonton setia yang semakin medorong ekshibisi mereka. Ibarat cawan-cawan anggur yang terus memabukkan orang-orang kasmaran.

Tapi kami semua tiba-tiba tersentak. Begitu wisata bahari sore itu selesai, pasangan itu turun dari boat sambil bertengkar hebat. Tidak ada yang mengerti di antara kami: apa asal usul kemesraannya, atau apa pula sebab musabab pertengkarannya.
Tapi yang ada hanya sebuah kaedah sederhana yang bisa disimpulkan : Tidak semua
kata cinta lahir dari cinta, sebab tidak semua yang terkata selalu datang dari jiwa.

Boleh jadi itu sekadar lintasan pikiran yang tak berakar dalam hati. Atau respon sesaat terhadap suasana yang mengharu biru. Kata yang tak berakar di hati selalu mengandung virus: berlebihan, basa-basi, tidak realistis, tidak punya daya gugah, atau punya daya gugah tapi mengandung kebohongan.
Ini dia penyakit penyair yang disebut Qur’an; ”Dan para penyair itu, diikuti orang-orang
pendusta. Tidaklah kamu melihat bagaimana mereka mengembara tanpa arah di setiap
lembah. Dan bahwa mereka mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan.” (QS. Al
Syu’ara : 224-226)
Yahimun : mengembara tanpa arah. Itu ungkapan ajaib dan sangat akurat. Lalu

diperkuat dengan pernyataan bahwa mereka mengatakan apa yang tidak mereka lakukan. Itu membuatnya lebih dalam lagi. Karena akhirnya, ini adalah cerita tentang watak yang terbelah, antara kata dan laku, tentang kata tanpa makna dan arah, tentang kata yang hanya sekadar kata.
Penyair dan lembah itu, metafora tentang ketidakjujuran, tentang jiwa yang sakit,
tentang karakter yang lemah. Cinta memang harus berkembang jadi kata. Sebab itu
membuatnya nyata. Dan meyakinkan. Tapi kata itu harus benar-benar merupakan

anak-anak manis yang lahir dari rahim cinta. Hanya itu yang membuatnya kuat dan berkarakter. Hanya itu yang membuat kata menyatu dengan laku. Serta bebas dari keterbelahan jiwa. Jika tidak cinta akan terkena virus yang menimpa para penyair.

Seringkali kata-katanya terlalu sederhana. Tapi kadar jiwa dan makna yang dikandungnya mungkin lebih dahsyat dari puisi-puisi yang pernah memenangkan nobel. Seperti ketika Rasulullah SAW menyanjung khatidjah : ”Adakah perempuan yang bisa menggantikan Khadijah?” Ketika akhirnya rasa penasaran mendorong Aisyah menanyakan itu, Rasulullah menjawab : ”Dia beriman ketika semua orang kafir, dia mengorbankan harta ketika semua orang menahannya, ia memberiku anak-anak.”

Pengakuan jujur yang abadi. Cinta yang terkembang jadi kata tapi tak sempat disampaikan kepada sang kekasih. Sederhana. Apa adanya. Tapi dalam. Karena memang lahir dari rahim cinta sejati.
Sumber: Serial Cinta Anis Matta di Majalah Tarbawi

LELAKI AKHIRAT

Kalau butir-butir kurma ini harus kutelan semua baru maju berperang… oh betapa
jauh sungguh jarak antara aku dengan surga.”

Itulah ungkapan seorang sahabat ketika mendengar Rasulullah saw. bersabda menjelang berkecamuknya perang Badar: ” Majulah kalian semua menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”

Kecermelangan sahabat-sahabat Rasulullah saw, serta semua manusia Muslim agung yang pernah memenuhi lembaran sejarah kejayaan umat ini, sesungguhnya difaktori salah satunya oleh “hadirnya” akhirat dan semua makna yang terkait dengan kata ini dalam benak mereka setiap saat.

Lukisan kenikmatan surga meringankan semua beban kehidupan duniawi dalam diri mereka. Lukisan kenikmatan surga meringankan langkah kaki mereka menyusuri napak tilas perjuangan yang penuh onak dan duri. Tak ada duri yang sanggup menghentikan langkah mereka. Sebab duri itu justru memberinya kenikmatan jiwa saat jiwa duniawinya
sedang bermandikan sungai surga. Lukisan kenikmatan surga melahirkan semua kehendak dan kekuatan yang terpendam dalam dasar kepribadiannya. Tak ada kehendak akan kebaikan yang tak menjelma jadi realita. Tak ada tenaga raga yang tersisa dalam dirinya, semua larut dalam arus karya dan amal.

Lukisan kedahsyatan neraka memburamkan semua keindahan syahwati dalam pandangan hatinya. Lukisan kedahsyatan neraka mematikan semua kecenderungan pada kejahatan. Sebab kejahatan itu sendiri telah berubah menjadi neraka dalam jiwanya, saat sebelah kakinya telah terjerembab ke dalam neraka dengan satu kejahatan, dan kaki yang satu akan menyusul dengan kejahatan kedua. Lukisan kedahsyatan neraka menghilangkan semua rasa kehilangan, kepahitan dan penyesalan dalam dirinya saat ia mencampakkan kenikmatan syahwati.

Lukisan surga dan neraka memberi mereka kesadaran yang teramat dalam akan waktu. Makna kehidupan menjadi begitu sakral, suci, dan agung ketika ia diletakkan dalam bingkai kesadaran akan keabadian. Kaki mereka menapak di bumi, tapi jiwa mereka mengembara di langit keabadian. Dari telaga keimanan ini mereka meneguk semua kekuatan jiwa untuk dapat mengalahkan hari-hari. Seperti apakah kenikmatan yang bisa diberikan syahwat duniawi kepadamu, jika engkau letakkan dalam neraka jiwamu. Sepeti apa pulakah kepahitan yang dapat diberikan penderitaan duniawi kepadamu, jika ia engkau simpan dalam surga jiwamu.

Lukisan surga dan neraka yang memenuhi lembaran surat-surat Makkiyah, terkadang dipapatkan Allah swt. dengan gaya ilmiah yang begitu logis. Sama seperti ia terkadang melukiskannya dengan gaya deskripsi, begitu sastrawi dan menyeni, seindah-indahnya atau semengeri-ngerikannya. Lukisan pertama menyentuh instrumen akal dan melahirkan ‘al-yaqin ‘ akan kebenaran hari kebangkitan (akhirat). Lukisan kedua menyentuh hati dan selanjutnya diharapkan melahirkan ‘ khaufan wa thama’an ‘.

Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu menjadi telaga tempat kita meneguk semua kekuatan jiwa untuk berkarya. Begitulah al-iman bil-yaumil akhir itu menjadi mesin yang setiap saat ‘ memproduksi ‘ watak-watak baru yang positif dan islami dalam struktur kepribadian kita.

Untuk ‘ memfungsikan ‘ keimanan ini seperti ini, kita harus ‘ menghadirkan ‘ maknanya setiap saat dalam benak dan hati kita. Sebab “… dari makna-makna kubur inilah akan lahir akal yang kuat dan tegar bagi sang kehendak “, kata Musthafa Shidiq Ar-Rafi’i.

KEMANJAAN

Jika kita hanya membaca biografi pahlawan, atau mendengar cerita kepahlawanan dari
seseorang yang belum pernah kita lihat, barangkali imajinasi yang tersusun dalam
benak kita tentang pahlawan itu akan berbeda dengan kenyataannya. Itu berlaku untuk
lukisan fisiknya, juga untuk lukisan emosionalnya.

Abu hasan Ali Al-Halani Al-Nadwi, yang tinggal di anak benua India, telah membaca tulisan-tulisan Sayyid Quthub, yang tinggal di Mesir. Tulisan –tulisannya memuat gagasan-gagasan yang kuat, solid, atraktif, berani dan terasa sangat keras. Barangkali bukan merupakan suatu kesalahan apabila dengan tanpa alasan kita membuat korelasi antara tulisan–tulisan itu dengan postur tubuh Sayyid Quthub. Penulisnya, seperti juga tulisannya, pastilah seorang laki-laki bertubuh kekar, tinggi dan besar. Itulah kesan yang terbentuk dalam benak Al Nadwi. Tapi ketika ia berkunjung ke Mesir , ternyata ia menemukan seorang laki-laki dengan perawakan yang kurus, ceking dan jelas tidak kekar. Begitu juga dengan potret emosi seorang pahlawan. Kadang–kadang ketegaran dan keberanian para pahlawan membuat kita berpikir bahwa mereka sama sekali tidak mempunyai sisi-sisi lain dalam dirinya, yang lebih mirip dengan sisi-sisi kepribadian orang-orang biasa. Misalnya, kebutuhan akan kemanjaan.

Umar bin khattab mengajar sesuatu yang lain ketika beliau mengatakan : “jadilah engkau seperti seorang bocah didepan istrimu”. Laki-laki dengan postur tubuh yang tinggi, besar, putih dan botak itu yang dikenal keras, tegas, berani dan tegar, ternyata senang bersikap manja didepan istrinya. Mungkin bukan cuma Umar. Sebab Rasulullah SAW, ternyata juga melakukan hal yang sama. Adalah Khadijah tempat ia kembali saat kecemasan dan ketakutan melandanya setelah menerima wahyu pertama. Maka kebesaran jiwa Khadijah yang senantiasa beliau kenang dan yang memberikan tempat paling istimewa bagi perempuan itu dalam hatinya, bahkan setelah beliau menikahi seorang Aisyah. Tapi beliau juga sering berbaring dalam pangkuan Aisyah untuk disisiri rambutnya, bahkan ketika beliau sedang i’tikaf dibulan Ramadhan.

Itu mengajarkan kita sebuah kaidah, bahwa para pahlawan mukmin sejati telah menggunakan segenap energi jiwanya untuk dapat mengukir legenda kepahlawanannya. Tapi untuk itu mereka membutuhkan suplai energi kembali. Dan untuk sebagiannya, itu berasal dari kelembutan dan kebesaran jiwa sang istri.
Kemanjaan itu, dengan begitu, barangkali memang merupakan cara para pahlawan tersebut memenuhi kebutuhan jiwa mereka akan ketegaran, keberanian, ketegasan dan kerja-kerja emosi lainnya.

Kepahlawanan membutuhkan energi jiwa yang dasyat, maka para pahlwan harus mengetahui dari mana mereka mendapatkan sumber energi itu. Petuah ini agaknya tidak pernah salah : “Dibalik setiap laki-laki agung, selalu berdiri wanita agung” dan mengertilah kita, mengapa sastrawan besar besar Mesir ini, Musthafa Shadiq Al Rafii, mengatakan “kekuatan seorang wanita sesungguhnya tersimpan dibalik kelemahannya” .

BIAR KUNCUPNYA MEKAR JADI BUNGA

Ternyata obrolan kita tentang cinta belum selesai. Saya telah menyatakan sebelumnya
betapa penting peranan kata itu dalam mengekspresikan kata cinta. Tapi itu bukan satu-
satunya bentuk ekspresi cinta.
Cinta merupakan sebentuk emosi manusiawi. Karena itu ia bersifat fluktuatif naik turun
mengikuti semua anasir di dalam dan di luar di diri manusia yang mempengaruhinya.
Itulah sebabnya saya juga mengatakan, mempertahankan dan merawat rasa cinta
sesungguhnya jauh lebih sulit dari sekedar menumbuhkannya.
Jadi obrolan kita belum selesai. Walaupun begitu, saya juga tidak merasakan adanya
urgensi utk menjawab pertanyaan ini : apa itu cinta ?
Itu terlalu filosofis. Saya lebih suka menjawab pertanyaan ini : bagaimana seharusnya
anda mencintai ? pertanyaan ini melekat erat dalam kehidupan individu kita.
Cinta itu bunga; bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah
kebenaran. Apa yg dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan,dan memekarkan bunga-bunga adalah air dan matahari. Air dan matahari adalah
kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora
kehidupan. Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yg bergulir
secara sadar di atas latar wadah perasaan kita
Maka begitulah seharusnya anda mencintai; menyejukkan, menenangkan,
namun juga menggelorakan. Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini :
menghidupkan. Anda mungkin dekat dengan peristiwa ini ; bagaimana istri
anda melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, dan menumbuhkannya,
mengembangkannya serta menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya
kehidupan.
Bila anda ingin mencintai dengan kuat, maka anda harus mampu memperhatikan
dengan baik, menerimanya apa adanya dengan tulus, lalu berusaha
mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawatnya..menjaganya dengan
sabar. Itulah rangkaian kerja besar para pecinta; pengenalan, penerimaan,
pengembangan dan perawatan.
Apakah anda telah mengenal isteri anda dengan seksama? Apakah anda mengetahui
dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya? Apakah anda mengenal kecenderungan-
kecenderungannya? Apakah anda mengenal pola-pola ungkapannya; melalui
pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksinya, melalui
isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya?
Apakah anda dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia
takut dan begitu membutuhkan perlindungan? Apakah anda dapat melihat gelombang-
gelombang mimpi-mimpinya,harapan-harapannya?
Sekarang perhatikanlah bagaimana tingkat pengenalan Rosululloh saw
terhadap istrinya, Aisyah. Suatu waktu beliau berkata, ” Wahai Aisyah, aku tahu
kapan saatnya kamu ridha dan kapan saatnya kamu marah padaku. Jika kamu
ridha, maka kamu akan memanggilku dengan sebutan : Ya Rosulullah ! tapi jika
kamu marah padaku, kamu akan memanggilku dengan sebutan ” Ya Muhammad”.
Apakah beda antara Rosululloh dan Muhammad kalau toh obyeknya itu-itu saja ?
Tapi Aisyah telah memberikan pemaknaan khusus ketika ia menggunakan kata
yang satu pada situasi jiwa yang lain.
Pengenalan yang baik harus disertai penerimaan yang utuh. Anda harus mampu
menerimanya apa adanya. Apa yang sering menghambat dlm proses penerimaan
total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau “obsesi” yang berlebihan terhadap fisik.
Anda tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika
anda dapat menerima apa adanya. Dan ini tidak selalu berarti bahwa anda menyukai
kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan
bukanlah kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang
untuk berubah dan berkembang. Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya.
Apakah yg ia harap dari bayi kecil itu ketika ia merawatnya, menjaganya, dan
menumbuhkannya? Apakah ia yakin bahwa kelak anak itu akan membalas
kebaikannya? Tidak. Semua yg ada dlm jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya
peluang utk berubah dan berkembang.
Dan karenanya ia menyimpan harapan besar dlm hatinya bahwa kelak hari-hari jugalah
yg akan menjadikan segalanya lebih baik. Penerimaan positif itulah yang mengantar kita
pada kerja mencintai selanjutnya ; pengembangan.
Pada mulanya seorang wanita adalah kuncup yg tertutup. Ketika ia memasuki
rumah anda, memasuki wilayah kekuasaan anda, menjadi istri anda, menjadi
ibu anak-anak anda; Andalah yg bertugas membuka kelopak kuncup itu, meniup
nya perlahan, agar ia mekar menjadi bunga. Andalah yg harus menyirami bunga
itu dengan air kebaikan, membuka semua pintu hati anda baginya, agar ia dapat
menikmati cahaya matahari yg akan memberinya gelora kehidupan. Hanya dengan
kebaikanlah bunga-bunga cinta bersemi.
Dan ungkapan “Aku Cinta Kamu” boleh jadi akan kehilangan makna ketika ia dikelilingi
perlakuan yang tidak simpatik dan mengembangkan.
Apa yg harus anda berikan kepada istri anda adalah peluang utk berkembang,
keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa superioritas anda
terganggu. Ini tidak berarti anda harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah
apa yg ia butuhkan.
Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dlm keseimbangan.
Dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta. Tidak boleh ada perkembangan yang
mengganggu posisi dan komunikasi. Itulah sebabnya terkadang anda perlu
memotong sejumlah yg sudah kepanjangan agar tetap terlihat serasi dan harmoni.
Hidup adalah simponi yg kita mainkan dengan indah.
Maka, duduklah sejenak bersama dengan istri anda, tatap matanya lamat-lamat,
dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri
sendiri : Apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama dengan anda?
Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya :
DAN NAFAS CINTANYA MENIUP KUNCUPKU…
MAKA IA MEKAR MENJADI BUNGA…

ORANG-ORANG ROMANTIS

Qais sebenarnya tidak harus bunuh diri. Hidup tetap bisa dilanjutkan tanpa Layla. Tapi itulah masalahnya. Ia tidak sanggup. Ia menyerah. Hidup tidak lagi berarti baginya tanpa layla. Ia memang tidak minum racun. Atau gantung diri. Atau memutus urat nadinya. Tapi ia membiarkan dirinya tenggelam dalam duka sampai napas berakhir. Tidak bunuh diri. Tapi jalannya seperti itu.

Orang-orang romantis selalu begitu : rapuh. Bukan karena romantisme mengharuskan mereka rapuh. Tapi di dalam jiwa mereka ada bias besar. Mereka punya jiwa yang halus. Tapi kehalusan itu berbaur dengan kelemahan. Dan itu bukan kombinasi yang bagus. Sebab batasnya jadi kabur. Kehalusan dan kelemahan jadi tampak sama. Qais lelaki yang halus. Sekaligus lemah.

Kombinasi begini banyak membuat orang-orang romantis jadi sangat rapuh. Apalagi saat-saat menghadapi badai kehidupan. Misalnya ketika mereka harus berpisah untuk sebuah pertempuran. Maka cinta dan perang selalu hadir sebagai momen paling melankolik bagi orang-orang romantis. Mengerikan. Tapi tak terhindarkan. Berdarah- darah. Tapi tak terelakkan. Itu dunia orang-orang jahat. Dan orang-orang romantis datang kesana sebagai korban.
Begitu ruang kehidupan direduksi hanya ke dalam kehidupan mereka berdua dunia
tampak sangat buruk dengan perang. Tapi kehidupan punya jalannya sendiri. Ada
kaidah yang mengaturnya. Dan perang adalah niscaya dalam aturan itu. Maka terbentanglah medan konflik yang rumit dalam batin mereka. Dan orang-orang romantis yang rapuh itu selalu kalah. Itu sebabnya Allah mengancam orang-orang beriman : kalau mereka mencintai istri-istri mereka lebih dari cinta mereka pada jihad, maka Allah pasti punya urusan dengan mereka.

Tapi itulah persoalan inti dalam ruang cinta jiwa. Jika cinta jiwa ini berdiri sendiri, dilepas sama sekali dari misi yang lebih besar, maka jalannya memang biasanya kesana : romantisme biasanya mengharuskan mereka mereduksi kehidupan hanya ke dalam ruang kehidupan mereka berdua saja. Karena di sana dunia seluruhnya hanya damai. Di sana mereka bisa menyambunyikan kerapuhan atas nama kehalusan dan kelembitan jiwa. Itu sebabnya cinta jiwa selalu membutuhkan pelurusan dan pemaknaan dengan menyatukannya dengan cinta misi. Dari situ cinta jiwa menemukan keterahan dan juga sumber energi. Dan hanya itu yang memungkinkan romantisme dikombinasi dengan kekuatan jiwa. Maka orang-orang romantis itu tetap dalam kehalusan jiwanya sebagai pecinta, tapi dengan kekuatan jiwa yang tidak memungkinkan mereka jadi korban karena rapuh.

Ketika kabar syahidnya syekh Abdullah Azzam disampaikan kepada istri beliau, janda itu hanya menjawab enteng, Alhamdulillah, sekarang dia mungkin sudah bersenang- senang dengan para bidadari…

AKHIR SEJARAH CINTA KITA

Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Kita tidur saling memunggungi
Tapi jiwa berpeluk-peluk
Senyum mendekap senyum
Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Raga tak lagi saling membutuhkan
Hanya Jiwa Kita sudah lekat menyatu
Rindu mengelus rindu
Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Kita hanya mengisi waktu dengan cerita kita
Mengenang dan hanya itu
Yang kita punya
Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Kita mengenang masa depan kebersamaan
Kemana cinta kan berakhir
Disaat tak ada akhir

Yaaa… Teruslah merayakan cinta hingga sejarah cinta kita, dimana cinta kan berakhir
disaat tak ada akhir.
Baarakallahu laka, wa Baarakallahu ‘alaika wa Jama’a bainakumaa fii khaiir…

(M.Anis Matta, Lc)

CINTA di ATAS CINTA

Perempuan oh perempuan! Pengalaman bathin para pahlawan dengan mereka ternyata
jauh lebih rumit dari yang kita bayangkan. Apa yang terjadi, misalnya jika kenangan

cinta hadir kembali di jalan pertaubatan seorang pahlawan? Keagungan!
Itulah, misalnya, pengalaman bathin Umar bin Abdul Aziz. Sebenarnya Umar seorang
ulama, bahkan seorang mujtahid. Tapi ia dibesarkan di lingkungan istana Bani
Umayyah, hidup dengan gaya hidup mereka, bukan gaya hidup seorang ulama. Ia
bahkan menjadi trendsetter di lingkungan keluarga kerajaan. Shalat jamaah kadang
ditunda karena ia masih sedang menyisir rambutnya.
Tapi, begitu ia menjadi khalifah, tiba-tiba kesadaran spiritualnya justru tumbuh
mendadak pada detik inagurasi nya. Iapun bertaubat. Sejak itu ia bertekad untuk
berubah dan merubah dinasti Bani Umayyah. Aku takut pada neraka katanya
menjelaskan rahasia perubahan itu kepada seorang ulama terbesar zamannya, pionir
kodifikasi hadits, yang duduk di sampingnya, Al Zuhri.
Ia memulai perubahan besar itu dari dari dalam dirinya sendiri, istri, anak-anaknya,
keluarga kerajaan, hingga seluruh rakyatnya. Kerja keras ini membuahkan hasil;


walaupun hanya memerintah dalam 2 tahun 5 bulan, tapi ia berhasil menggelar
keadilan, kemakmuran dan kejayaan serta nuansa kehidupan zaman Khulafa Rasyidin.
Maka iapun digelari Khalifah Rasyidin kelima.
Tapi itu ada harganya. Fisiknya segera anjlok. Saat itulah istrinya datang membawa
kejutan besar; menghadiahkan seorang gadis kepada suaminya untuk dinikahinya (lagi).
Ironis, karena Umar sudah lama mencintai dan sangat menginginkan gadis itu, juga
sebaliknya. Tapi istrinya, Fatimah, tidak pernah mengizinkannya; atas nama cinta dan
cemburu. Sekarang justru sang istrilah yang membawanya sebagai hadiah. Fatimah
hanya ingin memberikan dukungan moril kepada suaminya.
Itu saat terindah dalam hidup Umar, sekaligus saat paling mengharu- biru. Kenangan
romantika sebelum saat perubahan bangkit kembali, dan menyalakan api cinta yang
dulu pernah membakar segenap jiwanya. Tapi saat cinta ini hadir di jalan
pertaubatannya, ketika cita-cita perubahannya belum selesai.
Cinta dan cita bertemu atau bertarung, di sini, di pelataran hati Sang Khalifah, Sang
Pembaru. Apa yang salah kalau Umar menikahi gadis itu? Tidak ada! Tapi, Tidak! Ini
tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya masih harus
kembali ke dunia perasaan semacam ini, Kata Umar.
Cinta yang terbelah dan tersublimasi diantara kesadaran psiko-spiritual, berujung
dengan keagungan; Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di
atas cinta! Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain.
Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu
bertanya dengan sendu, Umar, dulu kamu pernah sangat mencintaiku. Tapi kemanakah
cinta itu sekarang? Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, tetap ada, bahkan kini rasanya jauh lebih dalam!

M Anis Matta Lc.
Sumber : Tarbawi 55/4/Muharram 1424H

TRAGEDI CINTA

Ada sisi lain yang menarik dari pengalaman emosional para pahlawan yang berhubungan dengan perempuan. Kalau kebutuhan psikologis dan bilogis terhadap perempuan begitu kuat pada para pahlawan, dapatkah kita membayangkan seandainya mereka tidak mendapatkannya?

Rumah tangga para pahlawan selalu menampilkan, atau bahkan menjelaskan, banyak sisi dari kepribadian para pahlawan. Dari sanalah mereka memperoleh energi untuk bekerja dan berkarya. Tapi jika mereka tidak mendapatkan sumber energi itu, maka kepahlawanan mereka adalah keajaiban di atas keajaiban. Tentulah ada sumber energi lain yang dapat menutupi kekurangan itu, yang dapat menjelaskan kepahlawanan mereka.

Ibnu Qoyyim menceritakan kisah Sang Imam, Muhammad bin Daud Al Zhahiri, pendiri mazhab Zhahiriyah. Beberapa saat menjelang wafatnya, seorang kawan menjenguk beliau. Tapi justru Sang Imam mencurahkan isi hatinya, kepada sang kawan, tentang kisah kasihnya yang tak sampai. Ternyata beliau mencintai seorang gadis tetangganya, tapi entah bagaimana, cinta suci dan luhur itu tak pernah tersambung jadi kenyataan. Maka curahan hatinya tumpah ruah dalam bait-bait puisi sebelum wafatnya.

Kisah Sayyid Quthub bahkan lebih tragis. Dua kalinya ia jatuh cinta, dua kali ia patah hati, kata DR. Abdul Fattah Al-Khalidi yang menulis tesis master dan disertasi doktornya tentang Sayyid Quthub. Gadis pertama berasal dari desanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah Sayyid Quthub pergi ke Kairo untuk belajar. Sayyid menangisi peristiwa itu.

Gadis kedua berasal dari Kairo. Untuk ukuran Mesir, gadis itu tidak termasuk cantik, kata Sayyid. Tapi ada gelombang yang unik yang menyirat dari sorot matanya, katanya menjelaskan pesona sang kekasih. Tragedinya justru terjadi pada hari pertunangan. Sambil menangis gadis itu menceritakan bahwa Sayyid adalah orang kedua yang telah hadir dalam hatinya. Pengakuan itu meruntuhkan keangkuhan Sayyid; karena ia memimpikan seorang yang perawan fisiknya, perawan pula hatinya. Gadis itu hanya perawan pada fisiknya.


Sayyid Quthub tenggelam pada penderitaan yang panjang. Akhirnya ia memutuskan hubungannya. Tapi itu membuatnya semakin menderita. Ketika ia ingin rujuk, gadis itu justru menolaknya. Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan itu. Ia bahkan membukukan romansa itu dalam sebuah roman.

Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, relaisme dan sangkaan baik kepada Allah, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka menambatkan harapan kepada sumber segala harapan; Allah!

Begitu Sayyid Quthub menyaksikan mimpinya hancur berkeping-keping, sembari berkata, “Apakah kehidupan memang tidak menyediakan gadis impianku, atau perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku?” Setelah itu ia berlari meraih takdirnya; dipenjara 15 tahun, menulis Fi Dzilalil Qur’an, dan mati di tiang gantungan! Sendiri! Hanya sendiri!

Serial Cinta Tarbawi, Anis Matta

Minggu, 05 September 2010

suamimu adlah surga dan nerakamu

Tulisan ini kuperuntukkan kepada para isteri dan calon isteri, serta para suami dan calon suami.

Semoga setelah membacanya akan mendapatkan HIKMAH, sehingga memahami makna yang mendasar arti sebuah pernikahan sehingga cita-cita membentuk keluarga yang sakinah-mawaddah- warahmah dunia-akhirat akan tercapai.

PERNIKAHAN adalah proses IJAB - QOBUL antara ayah calon isteri atauwalinya kepada calon suami dengan mas kawin yang telah ditentukan dengan disaksiakan oleh para saksi.

Dalam Al-Quran perjanjian ijab – qobul tersebut seperti perjanjian Allah ta’ala dengan Rasul-Nya yang disebut MITSAQON GHOLIZHO (Perjanjian yang berat) dan ‘arsy Allah bergetar karenanya.

Setelah proses IJAB - QOBUL tersebut, beralihlah tanggung jawab orang tua kepada suami. Pemenuhan kebutuhan lahir-batin, pembinaan dan perlindungan beralih kepada suami.

Dengan kata lain ….Suami Anda adalah wakil orang tua Anda.
Sehingga ketaatan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat kepada Allah) adalah seperti ketaatan kepada orang tua Anda.
Dan kedurhakaan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat) adalah seperti kedurhakaan kepada orang tua Anda.
Dan ridlo Allah sudah tergantung kepada ridlo suami Anda.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (artinya) :

" Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Hadits-hadits yang berkaitan dengan ini adalah sebagai berikut :

1. Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan ha-dits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hati-mu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa’ 4: 34).

2. Dari Abu Umamah ra, dari Nabi Saw beliau ber-sabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi se-orang (lelaki) Mukmin se-su-dah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia di-perintah ia taat, jika ia dipan-dang menye-nangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap ber-buat baik, dan jika ia diting-galkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)


3. “ Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya ridho kepadanya , maka dia akan masuk surga "
( Ibnu Majah , Ath Tirmidzy , HR. Muttafaqun “Alaihi )


4. Al-Hushain bin Mihshan rahimahullahu menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Apakah engkau sudah bersuami?”
Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.”
“Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi.
Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.”
Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena SUAMIMU ADALAH SURGA DAN NERAKAMU.”
(HR. Ahmad 4/341 dan selainnya, lihat Ash-Shahihah no. 2612)


5. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya."
"Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).”
(HR. Ahmad 4/381. Dishahihkan sanadnya olehAsy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366)


6. “Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 3524)

Dalam riwayat Muslim (no. 3525) disebutkan dengan lafadz:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.”

7. Di dalam kisah gerhana matahari yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang, beliau melihat Surga dan neraka. Ketika ...beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya:

“ … Dan aku melihat NERAKA maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum WANITA.”

Para shahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, Mengapa (demikian)?”

Beliau menjawab: “Karena kekufuran mereka.”

Kemudian mereka bertanya lagi: “Apakah mereka kufur kepada Allah?”

Beliau menjawab: “Mereka kufur (durhaka) terhadap suami-suami mereka, kufur (ingkar) terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.”

(HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Semoga bisa mengambil HIKMAH-nya

Wallahu a'alam bi shawab


cofaz>> OFA